Minggu, 20 Desember 2015

Resensi Novel PULANG



Judul : Pulang
Penulis : Tere Liye
Editor : Triana Rahmawati
Penerbit : Republika
Tebal Buku : iv + 400 hal; 13.5x20.5 cm
Kota Terbit : Jakarta
Tahun Terbit : 2015
Harga : Rp. 65.000,00

Sinopsis Buku:  
"Aku tahu sekarang, lebih banyak luka di hati bapakku dibanding di tubuhnya. Juga mamakku, lebih banyak tangis di hati Mamak dibanding di matanya."

Sebuah kisah tentang perjalanan pulang, melalui pertarungan demi pertarungan, untuk memeluk erat semua kebencian dan rasa sakit." 

Jika setiap manusia memiliki lima emosi, yakni bahagia, sedih, takut, jijik, dan kemarahan, aku hanya memiliki empat emosi. Aku tidak memiliki rasa takut.
Bujang adalah seorang anak laki-laki berusia 15 tahun. Anak dari Samad seorang mantan tukang pukul keluarga Tong yang menjalankan bisnis shadow economy dan Midah yang merupakan keturunan kiai. Cinta mereka berdua kandas karena tidak direstui keluarga Midah, melihat latar belakang Samad yang merupkan anak dari keluarga jagal dikampungnya. Namun jodoh tetaplah jodoh. Setelah 15 tahun berlalu, Samad kembali ke kampung. Midah pun telah bercerai dari pernikahannya yang pertama. Mereka akhirnya bertemu kembali dan mengambil keputusan berani, menikah. Midah terusir dari keluarganya, saat itu kaki Samad telah lumpuh. Dan Samad akhirnya mengajak Midah tinggal di pedalaman Sumatera, dilereng bukit barisan menjadi seorang petani. Mereka dikaruniai seorang anak lelaki. Bujang, begitu nama panggilan anak Samad.dia tidak sekolah walau usianya telah menginjak 15 tahun, Samad tidak mengijinkannya belajar mengaji, shlat, dan lain seperti umumnya. Namun diam-diam Midah mengajari Bujang mengaji, shalat, adzan, meski jika ketahuan Samad akan memukuli Bujang dan menghukumnya.
            Suatu hari Tauke Muda(anak dari Tauke Besar yang dulu Samad bekerja kepadanya) pergi menemui Samad. Pertemuan itu sudah direncanakan Samad. Samad berjanji kepada Tauke Besar (ayah Tauke Muda) jika dia akan memerikan anaknya kelak, setelah dia memutuskan untuk berhenti menjadi tukang pukul keluarga Tong karena kakinya yang lumpuh.
            Tauke Muda bersama rombongannya dari kota pergi untuk berburu babi hutan. Karena saat itu sawah tadah hujan yang ditanami padi diganggu oleh babi-babi hutan. Dan beliau meminta Bujang untuk ikut berburu bersamanya. Dari semenjak itulah Bujang tidak lagi memiliki rasa takut. Malam itu saat perburuan babi hutan di pedalaman rimba Sumatera,seekor babi hutan raksasa telah mengambil rasa takutnya tersebut. Sejak kejadian itulah Tauke memanggilnya dengan sebutan “Si Babi Hutan.”
Saat Tauke hendak kembali ke kota, beliau mengajak Bujang ikut bersamanya. Tentulah Samad mengijinkannya, namun Midah berat hati melepas kepergian Bujang. Meski akhirnya Midah mengijinkan Bujang ikut bersama Tauke Muda.Midah berpesan kepada Bujang untuk tidak memakan daging babi atau anjing, meminum alkohol, dan makananyang diharamkan. Hanya itu pesan midah untuk Bujang.
“Berjanjilah kau akan menjaga perutmu dari semua itu, Bujang. Agar. . . Agar besok lusa, jika hitam seluruh hidupmu, hitam seluruh hatimu, kau tetap punya satu titik putih, dan semoga itu berguna. Memanggilmu pulang.”  (hal 24)
Saat pertama datang di keluarga Tong, saat itu Bujang berkenalan dengan Basyir yang sangat mengidolakan suku Bedouin. Basyir ingin menjdai pendekar, penunggang kuda terbaik seperti suku Bedouin. Sejak saat itu mereka berteman baik. Rumah keluarga tng terbagi atas sayar kiri dan kanan. Dimana sayap kanak dihuni oleh para tukang pukul, dan sayap kiri dihuni oleh pelayan, kepala keuangan, logistik, dan apapun yang dibutuhkan rumah itu agar berjalan lancar. Dan orang penting dirumah ini menurut Basyir adalah Kopong yang merupakan kepla tukang pukul, serta Mansur kepala keuangan, logistik, dan lain-lain. Serta tentunya Tauke Besar (Tauke Muda yang dipanggil oleh Samad) yang merupakan pemimpin dirumah tersebut. Dan ucapannya adalah perintah.
            Bebeda dengan Basyir yang tinggal disayap kanan, Bujang tinggal disayap Kiri. Dia diminta untuk belajar, sekolah, oleh Tauke Besar. Namun Bujang tidak menyukai hal tersebut. Dia ingin menjadi tukang pukul seperti Basyir.  Bujang ternyata anak yang cerdas, meski dia tidak sekolah seperti anak lainnya. Dia akhirnya belajar dengan Frans guru yang berasal dari Amerika, relasi keluarga Tong. Meski dia telah belajar bersama Frans, Bujang tetap ingin menjadi tukang  pukul, beroperasi, bersama Basyir, Kopong, dan tukang pukul lainnya. Hingga akhirnya Tauke Besar mengadakan ritual “Amok.” Yaitu pertandingan 1 orang melawawn beberapa orang selama selang waktu yang ditentukan dan areanya dibatasi (dalam sebuah lingkaran). Jika bujang tidak terjatuh dan bertahan selama waktu yang ditentukan, dia dapat menjadi tukang pukul seperti yang diinginkannya. Dan Bujang saat itu hanya bertahan 19 menit. Dan akhirnya Bujang pun harus sekolah. Semenjak ritual amok tersebut, Tauke akhirnya mengijinkan Bujang belajar bela diri sepulang belajar bersama Frans. Karena melihat darah tukang jagal yang ada pada diri Bujang.  Akhirnya Bujang belatih bersama Kopong, serta setelah lulus berlatih bersama Kopong, dia berlatih bersama guru Bushi dari Jepang ( saurai sejati yang masih ada di zaman modern ini), serta belajar menembak bersama Salonga dari Filipin.
Saat ini Bujang dengan segala kemampuan yang dimilikinya, dia akan diwisuda dan berencana belajar di luar negeri. Saat itulah dia mendapat surat dari bapaknya yang memberitahukan bahwa mamaknya telah pergi. Bujang amat terpukul atas kejadian tersebut. Akhirnya setelah bersedih selama 2 minggu, Tauke menyuruh Bujang kembali menyelesaikan pelajaran samurainya bersama guru Bushi.  Setelah 6 bulan belajar bersama guru Bushi, Frans menjemputnya untuk kembali bersekolah di luar negeri yang sempat tertunda karena kesedihan Bujang ditinggal mamaknya. Selama tiga tahun berselang, Bujang akhirnya menyelesaikan kuliahnya dengan mendapat dua gelar master. Dan saat itu pula, Basyir telah selesai dengan “sekolahnya” di gurun pasir untuk menjadi seperti suku Bedouin yang dia inginkan. Dengan keadaan Bujang saat ini, tiba-tiba datang surat yang mengabarkan bahwa jika Bujang membaca surat ini, bapaknya telah pergi. Bujang pun kembali terpukul.  Sama seperti saat mamaknya pergi, tidak mudah untuk buajng bangkit seperti biasa. Butuh waktu untuk membuatnya kembali bersemangat. Akhirnya setelah sekian lama, dia perlahan-lahan dapat melupakan kesedihannya. Tauke mengajaknya pergi ke Hongkong untuk bertemu Master Dragon menyelesaikan misi.  Karena itulah semangat Bjang sebagai tkang pukul kembali, dia tidak hanya ingin menjadi tukang pukul seperti bapaknya, kekuasaan keluarga Tong semakin besar, masalah mereka di luar negeri semakin banyak, itulah tugas Bujang.
            Akhirnya Kopong meninggal, dan digantikan oleh Basyir. Disusul Mansur yang digantikan oleh Parwez. Saat itulah, muncul masalah dari dalam. Penghianatan. Adalah Basyir yang ternyata dia adalah anak dari suku Arab yang diserang oleh keluarga Tong oada saat usia Basyir masih kecil. Sejak saat itu Basyir menyimpan dendam. Dia menjadi gelandangan, pencuri, dan akhirnya bertemu dengan keluarga Tong dan menjadikannya sebagai tukang pukul keuarga Tong.
Perjalanan pulang Bujang akhirnya dimulai. Saat Tauke Besar meninggal, dan Bujang serta Parwez selamat dari serangan Basyir dan kawanannya, Bujang bertemu dengan Tuanku Imam yang sejatinya kakak dari Midah. Melalui Tuanku Imam, Bujang akhirnya sadar dan dia memeluk semua kebencian dan rasa sakit yang dialami selama perjalanan hidupnya. Dia akhornya dapat mengalahkan Basyir dengan nasehat dari guru Bushi bahwa “Sejatinya dalam hidup ini kita tidak pernah berusaha mengalahkan orang lain, dan itu sama sekali tidak perlu. Kita cukup mengalahkan diri sendiri. Egoisme. Ketidak pedulian. Ambisi. Rasa takut. Pertanyaan. Keraguan. Sekali kau bisa menang dalam pertempuran itu, maka pertempuran lainnya akan mudah saja.” Dan akirnya Bujang menjadi kepala keluarga Tong. Dialah Tauke Besar, dia dapat menentukan haluan baru kemana keluarga penguasa shadow economy akan dibawa.

Kekurangan Novel
 Tak ada gading yang tak retak. Novel Pulang Tere Liye ini endingnya belum mendalam atau klimaks. Sehingga saya rasa menggantung ceritanya.
Kelebihan Novel
Novel Pulang ini memiliki cover yang menarik dan penuh arti dan berhubungan dengan isi novel.
Manfaat
 Novel Pulang ini memiliki moral value bahwa pulang sejatinya ialah kembali kepada hakikat bahwa apapun kesalahan, perjalanan yang penuh dengan kegelapan yang telah kita lalui, selalu ada jalan/panggilan untuk kita pulang ke jalan yang lurus. Tuhan selalu memanggil kita untuk pulang.
Kesimpulan
Terlepas dari itu semua, novel ini sangat recomended untuk semua kalangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar